Lahirnya organisasi SAR di Indonesia yang saat ini bernama BASARNAS diawali dengan adanya penyebutan ?Black Area? bagi suatu negara yang tidak memiliki organisasi SAR.
Dengan berbekal kemerdekaan, maka tahun 1950 Indonesia masuk menjadi anggota organisasi penerbangan internasional ICAO (International Civil Aviation Organization). Sejak saat itu Indonesia diharapkan mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran yang terjadi di Indonesia.
Sebagai
konsekwensi logis atas masuknya Indonesia menjadi anggota ICAO
tersebut, maka pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun
1955 tentang Penetapan Dewan Penerbangan untuk membentuk panitia SAR.
Panitia teknis mempunyai tugas pokok untuk membentuk Badan Gabungan SAR,
menentukan pusat-pusat regional serta anggaran pembiayaan dan materil.
Sebagai negara yang merdeka, tahun 1959 Indonesia menjadi anggota International Maritime Organization
(IMO). Dengan masuknya Indonesia sebagai anggota ICAO dan IMO tersebut,
tugas dan tanggung jawab SAR semakin mendapat perhatian. Sebagai negara
yang besar dan dengan semangat gotong royong yang tinggi, bangsa
Indonesia ingin mewujudkan harapan dunia international yaitu mampu
menangani musibah penerbangan dan pelayaran.
Dari
pengalaman-pengalaman tersebut diatas, maka timbul pemikiran bahwa
perlu diadakan suatu organisasi SAR Nasional yang mengkoordinir segala
kegiatan-kegiatan SAR dibawah satu komando. Untuk mengantisipasi
tugas-tugas SAR tersebut, maka pada tahun 1968 ditetapkan Keputusan
Menteri Perhubungan Nomor T.20/I/2-4 mengenai ditetapkannya Tim SAR
Lokal Jakarta yang pembentukannya diserahkan kepada Direktorat
Perhubungan Udara. Tim inilah yang akhirnya menjadi embrio dari
organisasi SAR Nasional di Indonesia yang dibentuk kemudian.
Pada tahun 1968 juga, terdapat proyek South East Asia Coordinating Committee on Transport and Communications, yang mana Indonesia merupakan proyek payung (Umbrella Project) untuk negara-negara Asia Tenggara. Proyek tersebut ditangani oleh US Coast Guard
(Badan SAR Amerika), guna mendapatkan data yang diperlukan untuk
rencana pengembangan dan penyempurnaan organisasi SAR di Indonesia.
Kesimpulan dari tim tersebut adalah :
- Perlu kesepakatan antara departemen-departemen yang memiliki fasilitas dan peralatan;
- Harus ada hubungan yang cepat dan tepat antara pusat-pusat koordinasi dengan pusat fasilitas SAR;
- Pengawasan lalu lintas penerbangan dan pelayaran perlu diberi tambahan pendidikan SAR;
- Bantuan radio navigasi yang penting diharapkan untuk pelayaran secara terus menerus.
Dalam kegiatan survey tersebut, tim US Coast Guard didampingi pejabat - pejabat sipil dan militer dari Indonesia, tim dari Indonesia membuat kesimpulan bahwa :
- Instansipemerintah baik sipil maupun militer sudah mempunyai unsur yang dapat membantu kegiatan SAR, namun diperlukan suatu wadah untuk menghimpun unsur-unsur tersebut dalam suatu sistem SAR yang baik. Instansi-instansi berpotensi tersebut juga sudah mempunyai perangkat dan jaringan komunikasi yang memadai untuk kegiatan SAR, namun diperlukan pengaturan pemanfaatan jaringan tersebut.
- Personil dari instansi berpotensi SAR pada umumnya belum memiliki kemampuan dan keterampilan SAR yang khusus, sehingga perlu pembinaan dan latihan.
Peralatan milik instansi berpotensi SAR tersebut bukan untuk keperluan SAR, walaupun dapat digunakan dalam keadaan darurat, namun diperlukan standardisasi peralatan.
Hasil survey akhirnya dituangkan pada ?Preliminary Recommendation? yang berisi saran-saran yang perlu ditempuh oleh pemerintah Indonesia untuk mewujudkan suatu organisasi SAR di Indonesia.
Berdasarkan
hasil survey tersebut ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1972
tanggal 28 Februari 1972 tentang pembentukan Badan SAR Indonesia
(BASARI). Adapun susunan organisasi BASARI terdiri dari :
- Unsur Pimpinan
- Pusat SAR Nasional (Pusarnas)
- Pusat-pusat Koordinasi Rescue (PKR)
- Sub-sub Koordinasi Rescue (SKR)
- Unsur-unsur SAR
Pusarnas merupakan unit Basari yang bertanggungjawab sebagai pelaksana
operasional kegiatan SAR di Indonesia. Walaupun dengan personil dan
peralatan yang terbatas, kegiatan penanganan musibah penerbangan dan
pelayaran telah dilaksanakan dengan hasil yang cukup memuaskan, antara
lain Boeing 727-PANAM tahun 1974 di Bali dan operasi pesawat Twinotter
di Sulawesi yang dikenal dengan operasi Tinombala.
Secara
perlahan Pusarnas terus berkembang dibawah pimpinan (alm) Marsma S.
Dono Indarto. Dalam rangka pengembangan ini pada tahun 1975 Pusarnas
resmi menjadi anggota NASAR (National Association of SAR) yang
bermarkas di Amerika, sehingga Pusarnas secara resmi telah terlibat
dalam kegiatan SAR secara internasional. Tahun berikutnya Pusarnas turut
serta dalam kelompok kerja yang melakukan penelitian tentang penggunaan
satelit untuk kepentingan kemanusiaan (Working Group On Satelitte Aided SAR) dari International Aeronautical Federation.
Bersamaan
dengan pengembangan Pusarnas tersebut, dirintis kerjasama dengan
negara-negara tetangga yaitu Singapura, Malaysia, dan Australia.
Untuk
lebih mengefektifkan kegiatan SAR, maka pada tahun 1978 Menteri
Perhubungan selaku kuasa Ketua Basari mengeluarkan Keputusan Nomor
5/K.104/Pb-78 tentang penunjukkan Kepala Pusarnas sebagai Ketua Basari
pada kegiatan operasi SAR di lapangan. Sedangkan untuk penanganan SAR di
daerah dikeluarkan Instruksi Menteri Perhubungan IM 4/KP/Phb-78 untuk
membentuk Satuan Tugas SAR di KKR (Kantor Koordinasi Rescue).
Untuk
efisiensi pelaksanaan tugas SAR di Indonesia, pada tahun 1979 melalui
Keputusan Presiden Nomor 47 tahun 1979, Pusarnas yang semula berada
dibawah Basari, dimasukkan kedalam struktur organisasi Departemen
Perhubungan dan namanya diubah menjadi Badan SAR Nasional (BASARNAS).
Dengan diubahnya Pusarnas
menjadi Basarnas, Kepala Pusarnas yang semula esselon II menjadi Kepala
Basarnas esselon I. Demikian juga struktur organisasinya disempurnakan
dan Kabasarnas membawahi 3 pejabat esselon II. Dalam perkembangannya
keluar Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 80 tahun 1998 tentang
Organisasi Tata Kerja Basarnas, yang salah satu isinya mengenai pejabat
esselon II di Basarnas, yaitu :
- Sekretaris Badan;
- Kepala Pusat Bina Operasi;
- Kepala Pusat Bina Potensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar